Minggu, 05 Desember 2010

aplikai metode geolistrik

Analisa Potensi Emas Mengunakan Metoda Geolistrik Induksi Polarisasi Konfigurasi dipole-dipole di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
B. BIDANG KAJIAN
Geofisika
C. PENDAHULUAN
Emas merupakan elemen yang dikenal sebagai logam mulia. Elemen ini memiliki nomor atom 79 dan nama kimia aurum atau Au. Emas memiliki sifat fisik yang sangat stabil, tidak korosif atau tidak lapuk dan jarang bersenyawa dengan unsur kimia lain. Konduktifitas elektrik dan termalnya sangat baik, malleable sehingga dapat dibentuk dan juga bersifat ductile. Penggunaan utama emas adalah untuk bahan baku perhiasan dan benda-benda seni, selain itu karna konduktif emas digunakan dalam aplikasi elaktronik. Emas juga digunakan dalam bidang fotografi dan pengobatan (Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Landak Kalimantan Barat, 2008)

Salah satu daerah penghasil emas adalah Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung. Jarak nagari Padang Sibusuk dengan Ibukota Provinsi Sumatera Barat Kota Padang berkisar antara 80 – 90 km. Penduduk asli Kenagarian Padang Sibusuk sebagian besar bertani, dan ada juga yang bekerja di pemerintahan maupun sektor swasta. Beberapa tahun terakhir ini muncul pekerjaan baru yaitu menambang emas. Menurut data dari map of local economy (Sarjadi, 2009) persentase jumlah penduduk yang melakukan penambangan dan penggalian di Kabupaten Sijunjung sekitar 15,55% dari jumlah penduduk, dan di tingkat nagari sekitar 15% atau kurang lebih berjumlah 1050 orang. Perekonomian masyarakat Padang Sibusuk meningkat, terlihat dari rumah-rumah sudah dibangun dengan megah, kendaraan bermotor ditemui disetiap rumah, dan banyak masyarakat Padang Sibusuk yang menunaikan ibadah haji berkat emas yang ditambangnya.
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat di Kenagarian Padang Sibusuk merupakan pertambangan rakyat. Pertambangan ini dilakukan dengan cara menggali lahan persawahan yang dianggap mengandung emas dengan menggunakan eskapator. Kedalaman penggalian emas sekitar 10-15 meter, batu-batu di dalamnya diangkat kemudian pasirnya dihisap dan disaring pakai mesin diesel, lalu pasir yang diperoleh didulang untuk memperoleh emas. Tambang emas yang dilakukan oleh masyarakat Padang Sibusuk memberikan dampak negatif berupa rusaknya struktur tanah yang tadinya bisa dimanfaatkan untuk bertani sekarang tinggal bebatuan dan pasir. Bekas tambang membentuk danau-danau kecil sehingga batas tanah antara seorang dengan orang lain menjadi tidak jelas, yang apabila tidak diurus akan menjadi sengketa atau perselisihan dikemudian hari (Hardiwan, 2006).
Berdasarkan survey lokasi, pertambangan emas yang dilakukan masyarakat Padang Sibusuk umumnya berlokasi di area persawahan dan di pinggir sungai. Penambangan dilakukan secara berpindah-pindah dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain. Pemilihan lokasi tambang dilakukan berdasarkan perkiraan saja, akibatnya beberapa area persawahan di Kenagarian Padang Sibusuk menjadi rusak dan tidak bisa lagi di manfaatkan. Daerah yang menjadi bekas tambang dan tidak bisa dimanfaatkan lagi untuk pertanian adalah daerah Batang Laweh dan Lubuk Batu. Berdasarkan dampak dari pertambangan rakyat, diperlukan adanya penelitian untuk mendeteksi distribusi emas di Kenagarian Padang Sibusuk sebagai informasi awal bagi masyarakat Padang Sibusuk untuk melakukan eksplorasi selanjutnya.
Salah satu metode yang tepat untuk mendeteksi distribusi keberadaan endapan emas di bawah permukaan adalah dengan menggunakan metode geolistrik. Metode geolistrik sendiri didefinisikan sebagai suatu metoda geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya di permukaan bumi. Metoda geolistrik terdiri dari beberapa metoda antara lain metoda geolistrik tahanan jenis, IP (Indeks Polarization), potensial diri (Self Potensial) dan lain-lain. Setiap metoda memberikan manfaat dan pengukuran yang berbeda. Salah satu metoda geolistrik yang baik digunakan untuk eksplorasi mineral logam adalah metoda induksi polarisasi atau metoda polarisasi terimbas, prinsip kerja dari metoda induksi polarisasi ini adalah untuk mendeteksi terjadinya polarisasi listrik pada permukaan mineral-mineral logam di bawah permukaan bumi (Reynold, 1997).
Metoda Induksi Polarisasi (IP) merupakan metoda geolistrik, yang dalam geofisika umumnya di bidang eksplorasi logam dasar (base-metal). Metoda ini banyak digunakan dalam eksplorasi logam dasar karena adanya fenomena polarisasi yang terjadi di dalam suatu mediun batuan. Fenomena polarisasi itu menandakan adanya kandungan logam di bawah permukaan yang tidak terdeteksi dengan baik jika hanya menggunakan metoda geolistrik resistivitas. Sehingga, dalam eksplorasi logam dasar umumnya dilakukan dengan menggabungkan dua metoda yaitu metoda IP dan resistivitas (Telford, 1990). Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pemetaan Sebaran Emas Menggunakan Metoda Induksi Polarisasi di Daerah Persawahan Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung.
D. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diajukan, dirumuskan masalah penelitian ini yaitu bagaimana peta distribusi emas di Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung ditinjau dengan metode Induksi Polarisasi
E. PEMBATASAN MASALAH
Mengingat keterbatasan waktu, biaya, kemampuan peneliti, dan penelitian ini mampu memberikan jawaban terhadap masalah yang di kemukakan, dibuatlah pembatasan dalam kajian penelitian ini, yaitu:
1. Metode geolistrik yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metoda geolistrik induksi polarisasi jenis konfigurasi dipole-dipole
2. Penelitian dilakukan di Kenagarian Padang Sibusuk yaitu di Padang Bonei Bawah pada koordinat 00 42’ 0,61’’ LS dan 1000 50’ 37,5’’ BT dan Padang Bonei Atas pada koordinat 00 42’ 03,6’’ LS dan 1000 50’ 36,71’’ BT, ketinggian 211 meter diatas permukaan lautLuas medan pengukuran sekitar 14625 m2
3. Lintasan pengukuran terdiri dari 5 lintasan
F. PERTANYAAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :
1. Berapa nilai tahanan jenis emas di Kenagarian Padang Sibusuk menggunakan metoda Induksi Polarisasi berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan
2. Bagaimanakah Penyebaran emas di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
G. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui nilai tahanan jenis, menggunakan metode Induksi Polarisasi untuk konfigurasi Dipole-dipole di Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
2. Memetakan penyebaran emas di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung
H. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Sebagai informasi data awal geologi bawah permukaan bagi pihak Dinas Pertambangan dan Pemerintah Daerah dalam membuka tambang di lokasi yang tepat
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan acuan bagi penelitian lanjutan
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang.
I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Mineral Emas Dan Proses Terbentuknya
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), massa jenisnya 19,3 gr/cm3. Warnanya kuning emas, kekerasaanya rendah sehingga dapat dipotong dengan pisau dan mudah diubah bentuknya. Bentuknya di alam tidak teratur, ukuran butirnya bervariasi tetapi sering kali mikroskopis dan bahkan sukar dilihat (Munir, 1996)
Mineral pembawa emas biasanya berpadu dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral nonlogam. Mineral pembawa emas juga berpadu dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang (Alamsyah, 2006).
Emas berasal dari suatu reservoar yaitu inti bumi dimana air magmatik yang mengandung ion sulfida, ion klorida, ion natrium, dan ion kalium mengangkut logam emas ke permukaan bumi. Kecenderungan terdapatnya emas terdapat pada zona epithermal atau disebut zona alterasi hidrothermal. Zona alterasi hidrotermal merupakan suatu zona dimana air yang berasal dari magma atau disebut air magmatik bergerak naik kepermukaan bumi. Celah dari hasil aktivitas Gunungapi menyebabkan air magmatik yang bertekanan tinggi naik ke permukaan bumi. Saat air magmatik yang yang berwujud uap mencapai permukaan bumi terjadi kontak dengan air meteorik yang menyebabkan ion sulfida dan ion klorida yang membawa emas terendapkan. Air meteorik biasanya menempati zona-zona retakan-retakan batuan beku yang mengalami proses alterasi akibat pemanasan oleh air magmatik. Seiring dengan makin bertambahnya endapan dalam retakan-retakan tersebut, semakin lama retakan-retakan tersebut tertutup oleh akumulasi endapan dari logam-logam yang mengandung ion-ion kompleks yang mengandung emas. Zona alterasi yang potensial mengandung emas dapat diidentifikasi dengan melihat lapisan pirit atau tembaga pada suatu reservoar yang tersusun atas batuan intrusif misalnya granit atau diorite (Kurniawan, 2010).
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengendapan di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme yaitu kontak yang terjadi antara bebatuan dengan air panas (hydrothermal) atau fluida lainnya. Genesis emas dikategorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser (Alamsyah, 2006) Berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukan emas dapat dibagi menjadi 3 jenis
1) Endapan Hipotermal
Endapan ini terbentuk pada temperatur ≈ 300°C - 600°C pada kedalaman > 12.000 meter. Endapan ini merupakan endapan urat (vein) dan penggantian (replacement) yang terbentuk pada temperatur dan tekanan tinggi. Pada endapan ini, biasa terdapat mineral logam yang berupa bornit, kovelit, kalkosit, kalkopirit, pirit, tembaga, emas, wolfram, molibdenit, seng dan perak. Mineral logam tersebut berasosiasi dengan mineral - mineral pengotor seperti piroksen, amfibol, garnet, ilmenit, spekularit, turmalin, topaz, mika hijau dan mika cokelat (Warmada, 2007)
2) Endapan Mesotermal
Endapan ini terbentuk pada suhu 200-4000C dan kedalaman bekisar 3.000 meter sampai 12.000 meter. Endapan ini terletak agak jauh dari tubuh intrusi, maka sumber panas yang utama berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Fluida tersebut berasal dari meteorik water yang masuk menuju lokasi intrusi dan mengalami pemanasan yang selanjutnya naik menuju lokasi endapan mesotermal.
Logam utama yang terdapat pada endapan ini antara lain emas, perak, tembaga, seng dan timbal. Mineral bijih yang ditemukan berupa sulfida, arsenida, sulfantimonida, dan sulfarsenida. Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, tetrahedrit, dan tentalit serta emas stabil merupakan mineral bijih yang paling banyak ditemukan. Mineral pengotor yang dominan adalah kuarsa namun selain itu juga dijumpai karbonat seperti kalsit, dolomit, ankerit dan sedikit siderit, florit yang merupakan asosiasi penting (Kamar, 2006)
3) Endapan epitermal Endapan ini terbentuk pada suhu 50°C - 250°C yang berada dekat permukaan bumi dan terletak pada kedalaman paling jauh dari tubuh intrusi, dan terbentuk pada kedalaman 1 km . Sumber panas yang utama pada endapan ini berasal dari fluida panas yang bergerak naik dari lokasi intrusi menuju lokasi terbentuknya endapan ini. Dengan kata lain, fluida panas tersebut telah melewati zona endapan mesotermal ( Warmada, 2007)
2. Distribusi Arus Pada Medium Homogen
Bumi diasumsikan bersifat sebagai medium homogen yang memiliki harga tahanan jenis diinjeksikan arus sebesar I, maka arus akan mengalir secara radial seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk tiga dimensi permukaan ekipotensial medium homogen (Reynold, 1997 : 424)
Potensial atau jatuh tegangan antara kedua titik di permukaan dapat dijelaskan dengan gradien potensial, tanda minus (-) menunjukan bahwa potensial berkurang sebanding dengan distribusi arus. Rapat arus yang dilambangkan dengan J merupakan perbandingan kuat arus I terhadap luas distribusi arus. Arus tidak mengalir ke udara disebabkan udara merupakan isolator yang kuat. Bentuk distribusinya setengah permukaan bola, dengan luas dengan demikian rapat arus akan berkurang seiring bertambahnya jarak titik acuan dari sumber arus (Reynolds: 1997: 424-425). Perubahan beda potensial melewati kulit bola dengan ketebalan adalah :
= -
dengan mengganti nilai J adalah perbandingan kuat arus dengan luas distribusi arus didapatkan harga
= - (1)
sehingga potensial V pada titik r dari sumber arus adalah :
V(r) = =
= (2)
Persamaan (2) memperlihatkan bahwa nilai beda potensial (V) berbanding terbalik dengan jarak , yang berarti yaitu jika semakin jauh suatu titik dari sumber arus maka beda potensial (V) pada titik tersebut semakin kecil, begitu juga hal sebaliknya jika semakin dekat suatu titik dengan sumber arus maka beda potensial (V) pada titik tersebut akan semakin besar.
3. Resistivitas Emas
Kelistrikan batuan dapat dipelajari dari respon yang diberikan oleh batuan saat arus dialirkan. Respon yang diberikan tersebut sebanding dengan harga tahanan jenis yang dimiliki oleh batuan itu. Secara teoritis kelistrikan dari batuan yaitu besarnya nilai tahanan yang diberikan batuan saat arus dialirkan kepadanya, dan besarnya nilai tahanan dinyatakan sebagai nilai tahanan jenis (ρ) (Reynolds, 1997)
Resistivitas atau tahanan jenis merupakan parameter sifat fisis yang menunjukan daya hambat suatu medium (batuan) dalam mengalirkan arus listrik. Jika bumi diasumsikan homogen, isotropis, dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan tidak tergantung pada spasi (jarak) antar elektroda. Bumi terdiri dari lapisan-lapisan (heterogen) dengan yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan potensial dari pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga resistivitas yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan (apparent resistivity) dan besar nilai tergantung oleh faktor geometri susunan elektrodanya (Telford, 1990).
Resistivitas suatu medium atau bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor
· Kandungan air atau fluida
· Salinitas atau kandungan garam
· Temperature
· Porositas
· Kandungan lempung
· Kandungan logam
Emas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai resistivitas suatu medium atau bahan, disebabkan memiliki sifat menghantarkan panas dan arus listrik. Emas merupakan konduktor yang baik dengan konduktivitas termal sebesar 317 W m-1 K-1 . Nilai tahanan jenis emas pada suhu 200C adalah 2.2 x 10-8 ��m (Charles dan Robert, 2009). Berdasarkan nilai konduktifitas termal dan nilai tahanan jenis emas tersebut dapat disimpulkan bahwa Konduktor yang baik memiliki nilai resistivitas yang rendah
4. Metode Induksi Polarisasi
Metoda geolistrik adalah salah satu metoda geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan, yaitu dengan mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan ini meliputi pendeteksian besarnya medan potensial, medan elektromagnetik dan arus listrik yang mengalir di dalam bumi baik secara alamiah (metoda pasif) maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi (metoda aktif) dari permukaan. Metode geolistrik mempunyai prinsip dasar mengirimkan arus ke bawah permukaan, dan mengukur kembali potensial yang diterima di permukaan (Berau, 2009).
Polarisasi adalah kemampuan batuan untuk menciptakan atau menyimpan sementara energi listrik, pada umumnya lewat proses elektrokimia. Induksi polarisasi adalah efek yang muncul saat batuan terinduksi oleh energi listrik yang ditimbulkan oleh arus listrik yang melalui batuan, dan batuan itu menyimpan induksi untuk sememtara (Nurhakim, 2006). Jadi metode Induksi Polarisasi adalah metode yang didasarkan atas fenomena polarisasi yang terjadi di dalam suatu medium batuan.
Metode Induksi Polarisasi (IP) digunakan dalam eksplorasi logam dasar karena adanya fenomena polarisasi yang terjadi di dalam suatu medium batuan. Fenomena polarisasi tersebut menandakan adanya kandungan logam di bawah permukaan yang tidak dapat terdeteksi dengan baik jika hanya menggunakan metode geolistrik resistivitas. Sehingga, dalam eksplorasi logam dasar umumnya dilakukan dengan menggabungkan dua metode yaitu metode IP dan resistivitas (Telford, 1990). Ilustrasi fenomena induksi polarisasi dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 3), arus searah (DC) dialirkan melalui rangkaian empat elektroda dan dimatikan secara tiba-tiba, potensial yang tertangkap pada elektroda potensial tidak turun langsung menjadi nol namun arus turun secara perlahan yang disebut dengan potential decay.
Gambar 3. (a) Ilustrasi dari potential decay setelah arus dimatikan
(b) Efek dari IP decay terhadap waktu pada injeksi arus gelombang kotak. (Sumber: Lowrie, 2006 : 265)
a. Fenomena Induksi Polarisasi
Metode IP adalah salah satu metode geofisika dan sedang berkembang pesat terutama dalam bidang tehnik pertambangan yaitu eksplorasi mineral ekonomis dan geofisika lingkungan. Metode IP pada dasarnya merupakan pengembangan dari metode geolistrik tahanan jenis dan mampu memberikan informasi tambahan ketika tidak ditemukan kontras tahanan jenis yang memadai. Metode ini memiliki teknis pengukuran yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran tahanan jenis.
Metode IP menggunakan efek polarisasi terinduksi sebagai dasar kerjanya. Efek polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan dengan menggunakan empat elektroda, dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus listrik searah (DC) maka pada elektroda potensial (P1 dan P2) akan terukur beda potensial (∆V), sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 3. Ketika aliran arus pada elektroda arus dihentikan, maka nilai beda potensial antara kedua elektroda potensial tidak secara langsung bernilai 0 kembali, melainkan secara perlahan-lahan mengalami penurunan sehingga bernilai 0. Medium yang mengalami efek tersebut dinamakan medium yang dapat terpolarisasi (polarisable medium). Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Grafik penurunan potensial (Reynolds,1997)
b. Sumber Polarisasi Polarisasi pada suatu medium dapat terjadi karena adanya penyimpan energi saat medium dialiri arus listrik. Secara teoritis, bentuk energi yang tersimpan pada medium dapat berupa energi mekanik (elektrokinetik) dan energi kimia (elektrokimia). Penyimpanan energi secara elektrokimia ini dapat diakibatkan oleh :
1) Variasi mobilitas ion dalam fluida yang terkandung pada medium.
2) Variasi antara jalur penghantaran secara elektronik, hal ini terjadi jika di dalam medium terdapat mineral logam.
Efek elektrokimia disebut sebagai polarisasi elektroda atau over voltage effect. Efek ini biasanya lebih besar dibandingkan efek polarisasi membran, dimana besarnya sangat tergantung pada kandungan mineral logam yang ada dalam medium batuan (Telford , 1990).
c. Polarisasi Elektroda
Model penampang melintang sebuah batuan dalam skala mikroskopis dan terdapat larutan elektrolit yang mengisi pori – pori batuan tersebut diasumsikan dengan Gambar 5. Dalam hal menghantarkan arus listrik, larutan elektrolit yang mengisi pori-pori batuan merupakan media yang baik untuk menghantarkan arus listrik. Jika terdapat partikel – partikel mineral yang bersifat logam terdapat pada jalur pori – pori batuan, maka partikel – partikel mineral yang bersifat logam akan menghambat aliran arus listrik dalam bentuk akumulasi ion positif dan ion negatif saat arus diinjeksikan yang diasumsikan pada Gambar 5. Namun jika tidak terdapat partikel – partikel mineral yang bersifat logam pada jalur pori – pori batuan, maka saat arus diinjeksikan ion negatif dan ion positif dapat mengalir dengan lancar.
Gambar 5. Model penampang melintang batuan dan gerakan ion – ion pada pori-pori batuan (Telford, 1990).
Saat arus yang diinjeksikan dihentikan maka ion - ion yang mengalir akan berhenti bergerak dan kembali ke posisi stabil awalnya. Hal yang sama juga terjadi pada ion – ion yang tertahan dalam bentuk akumulasi. Perbedaannya terdapat pada waktu tempuh menuju posisi stabilnya. Waktu tempuh ion – ion yang mengalir kembali ke posisi stabil jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan ion – ion yang tertahan. Maka ion – ion yang tertahan inilah yang mendominasi beda potensial yang terukur setelah injeksi arus dimatikan tidak langsung nol tetapi perlahan-lahan turun (Telford, 1990).
d. Teknik Pengukuran Induksi Polarisasi
Teknik pengukuran efek IP dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pengukuran kawasan waktu dan pengukuran kawasan frekuensi. Adapun penjelasan kedua teknik pengukuran kedua teknik tersebut adalah:
1) Kawasan waktu ( time domain )
Tehnik pengukuran efek IP kawasan waktu berhubungan erat dengan proses penurunan tegangan. Pada saat arus diputus jika kita mengalirkan arus listrik berbentuk pulsa persegi, maka seolah-olah terjadi pengisian dan pemutusan arus secara periodik oleh kedua buah elektroda arus yang terlacak pada saat pengukuran arus seperti pada Gambar 6, pada kedua buah elektroda potensial, alat ukur potensial akan melacak pulsa yang tidak persegi lagi, jika kita mengambil sebuah pulsa maka akan terlihat jelas adanya penurunan tegangan secara perlahan-lahan (decay). Tegangan pada saat arus belum diputus dicatat sebagai tegangan primer (Vp) sedangkan tegangan pada saat arus mulai diputus dicatat sebagai tegangan sekunder (Vs) (Telford, 1990).

Gambar 6. Polarisasi pada Kawasan Waktu (Telford, 1990)
a) Efek Induksi Polarisasi
Parameter yang diperoleh dalam pengukuran ini yaitu beda potensial primer (Vp), beda potensial sekunder (Vs) dan waktu peluruhan. Beda potensial primer merupakan beda potensial saat arus belum dimatikan, sedangkan beda potensial sekunder merupakan beda potensial yang terukur selama waktu peluruhan nilai beda potensial hingga mencapai nilai nol. Untuk mengetahui seberapa besar nilai perbandingan efek polarisasi pada batuan kita bandingkan nilai Vp dan Vs untuk selang waktu t1 kemudian dikalikan 100% (Telford, 1990).
(3)
dimana:
= tegangan sekunder pada saat
= tegangan primer
b) Chargeability
Chargeability atau M diperoleh dengan pengintegralan waktu luruh (potensial decay) terhadap beda potensial sebelum arus dimatikan.
(4) dimana : t dan t adalah batas-batas integrasi = tegangan sekunder pada saat (t) setelah arus listrik diputus. = tegangan primer (Telford, 1990).
2) Pengukuran domain frekuensi
Pada pengukuran metode IP kawasan frekuensi adalah mengukur persen perbedaan antara impedansi pada waktu frekuensi tinggi dan frekuensi rendah. Jadi persen perbedaan akan bertambah besar untuk batuan yang mempunyai sifat polarisasi yang besar. Dalam kawasan ini sumber arus yang dipakai adalah arus AC dan diukur potensialnya sebagai fungsi dari frekuensi sumber arus yang digunakan (Telford, 1990)
Untuk mempolarisasikan suatu bahan dengan arus listrik imbas ke suatu tingkat tertentu dibutuhkan waktu tertentu tergantung dari jenis bahannya. Karena frekuensi berbanding terbalik terhadap waktu, maka perbedaan respon tegangan pada pemberian arus listrik dengan frekuensi yang berbeda juga mencerminkan sifat polarisasi bahan yang bersangkutan. Ini merupakan dasar pengukuran dalam kawasan frekuensi.
Ada beberapa parameter dalam kawasan frekuensi, diantaranya adalah Resistivitas semu, Percent Frequency Effect dan Metal Faktor
a) Resistivitas semu
Resistivitas atau tahanan jenis merupakan parameter sifat fisis yang menunjukan daya hambat suatu medium (batuan) dalam mengalirkan arus listrik. Jika bumi diasumsikan homogen, isotropis, dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan tidak tergantung pada spasi (jarak) antar elektroda. Tetapi pada kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan (heterogen) dengan yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan potensial dari pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Karena itu, harga resistivitas yang terukur merupakan resistivitas gabungan dari beberapa lapisan tanah yang dianggap sebagai satu lapisan (apparent resistivity) dan besar nilai tergantung oleh faktor geometri susunan elektrodanya (Telford, 1990)
b) Percent Frequency Effect (PFE)
Pengukuran IP kawasan frekuensi didasari pengukuran nilai resistivity dengan menggunakan frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang digunakan disebut frekuensi DC untuk frekuensi rendah dan frekuensi AC untuk frekuensi tinggi.
Gambar 7. Pengukuran IP kawasan frekuensi dengan frekuensi yang berbeda, arus listrik dengan frekuensi tinggi (f1), frekuensi rendah (f2). (Sumner dalam Virman )
Prosedur pengukuran kawasan frekuensi dilapangan adalah mengalirkan arus listrik ke tanah dalam dua frekuensi yang berbeda (Gambar 7), sebagai parameter pengukuran di defenisikan frekuensi efek yang secara matematik dapat ditulis
FE = (5)
dengan:
V1 = tanggap tegangan pada frekuensi tinggi
V2 = tanggap tegangan pada frekuensi rendah
Karena arus listrik yang dialirkan untuk setiap frekuensi adalah konstan, maka persamaan (5) dapat ditulis menjadi:
FE = (6)
Dengan :
= tahanan jenis pada frekuensi tinggi ()
= tahanan jenis pada frekuensi rendah ()
Sedangkan dalam bentuk persen (%) nilai FE (frekuensi efek) dapat ditulis:
PFE = 100 (7)
dimana:
PFE = Persen Frekuensi Efek
= Tahanan jenis pada frekuensi tinggi ()
= Tahanan jenis pada frekuensi rendah ()
Frekuensi Effect didefienisikan sebagai perbandingan antara selisih tegangan pada frekuensi rendah dengan tegangan pada frekuensi tinggi, yang terukur pada elektroda tegangan. Nilai FE atau PFE merupakan respon dari keberadaan mineral yang terdapat dalam pori-pori batuan. Semakin tinggi konsentrasi mineral dalam batuan semakin besar nilai PFE. Sehingga diharapkan dengan mengukur berapa besar nilai PFE pada suatu lapisan batuan dapat diketahui persentasi jumlah mineral yang terkandung di dalamnya. Konsep di atas yang menjadi dasar mengapa metode IP kawasan frekuensi dapat digunakan dalam melokalisir zona mineralisasi endapan emas (Telford, 1990).
c) Metal Faktor (MF)
Dari hubungan PFE dan , didapat apa yang disebut metal factor (MF) yang didefinisikan sebagai besaran yang menentukan seberapa banyak mineral logam (misalnya sulfida) dalam batuan.
Secara teori, hasil pengukuran IP dalam kawasan waktu dan kawasan frekuensi menghasilkan hal yang sama. Secara praktis konversi dalam kawasan waktu ke kawasan frekuensi cukup sulit. Gelombang kotak yang digunakan dalam kawasan waktu mengandung semua frekuensi. Dalam Telford, 1990 dirumuskan :
(8)
(9)
Satuan MF adalah mhos per meter.
Perlu diperhatikan bahwa nilai MF kawasan waktu tidak selalu sama dengan nilai MF kawasan frekuensi. Parameter MF digunakan untuk mengkompensasi parameter IP terhadap harga tahanan jenisnya.
5. Metoda Induksi Polarisasi konfigurasi Dipole-dipole
konfigurasi yang sering digunakan dalam metode Induksi Polarisasi adalah konfigurasi Dipole-dipole

Gambar 8. Merupakan susunan konfigurasi Dipole-dipole
dimana :
AB : elektroda arus r1 = MB = 2a+na
MN : elektroda potensial r2 (MA) = r3 (NB) = a+na
AB = MN = a (dalam satuan meter) r4 = NA = na
Beda potensial antara titik N dan M untuk konfigurasi Dipole-dipole dapat dituliskan pada persamaan menjadi
dimana :

(10)
Persamaan di atas disederhanakan menjadi :
(11)
K merupakan faktor geometri yang nilainya bervariasi bergantung pada jarak dari a (spasi elektroda). Subtitusi nilai K terhadap persamaan (11), sehingga diperoleh nilai resistivity tiap kedalaman adalah :
(12)
Jarak antara pasangan elektroda arus adalah a, yang besarnya sama dengan jarak pasangan elektroda potensial, n adalah kelipatan yang dimulai dari 1,2,3,4,5,6.
6. Geologi Daerah Penelitian
a. Stratigrafi Daerah Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung. Secara geografis terletak antara 1000 39’ 54’’ sampai 1000 39’ 45’’ BT dan 00 39’54’’ sampai 00 39’ 45’’ LS dengan luas 82.01 Km2 dan dibatasi oleh Kota Sawahlunto dibagian utara, Kabupaten Solok di bagian selatan, Kecamatan IV di bagian timur dan Kecamatan Silungkang di bagian barat (Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi, 2009). daerah ini berada pada ketinggian 100 meter sampai 1500 meter dari permukaan laut, dengan kondisi topografi berbukit, bergelombang dan dataran yang cukup bervariasi pada setiap wilayah, dengan rata-rata curah hujan 11,2 hari/mm/bulan, memiliki suhu berkisar antara 210 – 330 C dan memiliki beberapa sungai besar dan kecil dengan jumlah 10 buah dengan panjang 578 Km (Lakip Pemda Kabupaten Sijunjung (2004)).
b. Struktur Geologi
Struktur Geologi Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung secara umum disusun oleh batuan sedimen klastis , dan batu pasir.


Gambar 9. Peta Geologi Daerah Penelitian (Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sijunjung, 2010
Dari peta geologi diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Kupitan tersusun atas batuan sedimen klastis , dan batu pasir. Disamping batuan sedimen klastis, dan batu pasir (sandstone) di daerah Padang Sibusuk juga ditemukan sebaran batugamping. Gambar 10
Gambar 10. Sebaran Batuan Pembawa Batu Gamping (sumber: Dinas Pertambangan dan Mineral Kab. Sijunjung, 2010)
Emas di daerah ini tersebar di dasar aliran sungai (DAS) dan perbukitan, jenis emas yang terdapat didaerah ini berupa emas primer dan emas aluvial (Dinas Pertambangan dan Energi Kab.Sijunjung, 2010). Emas primer berupa bijih yang terikat dengan bebatuan dan menyebar rata dalam material. Emas alluvial berupa butiran lepas dan padat tetapi berada di permukaan tanah atau di tepi sungai (Ambrosius, 2007).
Berdasarkan pendataan sekunder, Kabupaten Sijunjung memiliki potensi bahan galian logam, non logam dan batubara yang cukup besar ( Gambar 11). Diantara bahan non logam yang dianggap memiliki cadangan cukup besar adalah: andesit, granit, batugamping, tanah liat, marmer dan dolomit. Bahan galian logam yang dianggap prospek untuk dikembangkan diantaranya: emas, bijih besi dan air raksa (Armin Tampubolon, 2005).
Gambar 11. Peta Sebaran Bahan Galian Daerah Kab. Sawahunto Sijunjung, Prov. Sumatera Barat (Armin, 2005)
J. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat penelitian terapan, sebab pada penelitian ini menerapkan konsep fisika tentang hukum Ohm pada metoda geolistrik Induksi Polarisasi untuk Memetakan sebaran emas di Kenagarian Padang Sibusuk Kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung.
Penerapan konsep hukum ohm pada metoda geolistrik induksi polarisasi adalah dengan melihat efek polarisasi terinduksi. Efek polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan dengan menggunakan konfigurasi empat elektroda dalam pengukuran tahanan jenis, dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus listrik searah (DC) maka pada elektroda potensial (P1 dan P2) akan terukur beda potensial (∆V). Ketika aliran arus pada elektroda arus dihentikan, maka nilai beda potensial antara kedua elektroda potensial tidak secara langsung bernilai 0 kembali melainkan secara perlahan-lahan mengalami penurunan sehingga bernilai 0. Selanjutnya diperoleh data pengukuran berupa beda potensial primer (Vp), beda potensial sekunder (Vs) dan waktu peluruhan, kemudian data diolah berdasarkan teori dasar yang dikemukakan.
2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kenagarian Padang Sibusuk kecamatan Kupitan Kabupaten Sijunjung. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai dari bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
3. Alat dan Bahan
a. Alat
§ ARES (Automatic Resistivity Meter)
§
Besi sebagai elektroda
§ Kabel penghubung
§ Meteran
§ GPS (Global Positioning System)
§ Palu
§ Seperangkat alat komunikasi
§ 1 unit laptop.
b. Bahan
Padang Bonei Bawah pada koordinat 00 42’ 0,61’’ LS dan 1000 50’ 37,5’’ BT dan Padang Bonei Atas pada koordinat 00 42’ 03,6’’ LS dan 1000 50’ 36,71’’ BT ketinggian 211 meter diatas permukaan laut. Lubuak Bupati pada koordinat 00 42’ 02,7’’ LS dan 1000 50’ 31,1’’ BT ketinggian 199 meter diatas permukaan laut.
K. RANCANGAN PENELITIAN
Dalam penelitian dipilih beberapa titik ukur sebagai daerah lintasan pengukuran, yaitu dengan pertimbangan keadaan geologi sekitar daerah yang dicurigai mengandung emas. Bentuk lintasan pengukuran dapat dilihat pada Gambar 12
Gambar 12. Rancangan Lintasan Pengukuran
Bentuk lintasan pengukuran disesuaikan dengan bentuk morfologi daerah penelitian, yaitu terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Medan pengukuran dibagi menjadi 5. Luas medan pengukuran sekitar 14625 m2 yang terdiri dari Padang Bonei bawah dan Padang Bonei atas.
L. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah segala sesuatu yang akan diteliti oleh peneliti dan variable juga diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai. Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu variable bebas dan variable terikat (Nasir,1983). Variabel bebas merupakan variabel yang besarnya dapat berubah dan mempengaruhi munculnya variabel lainnya. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah I (kuat arus) dan beda potensial (V). Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas atau variabel yang muncul akibat oleh variabel bebas. Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga tahanan jenis () dan tahanan jenis semu (apparent resistivity) (a), chargeability (M), frekuensi efek (PFE) dan metal faktor (MF).
M. TEHNIK PENGAMBILAN DATA
Survey lokasi penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti lokasi tersebut, selanjutnya dilakukan penentuan titik-titik pengukuran (spasi) untuk memudahkan pengukuran. Setelah alat dipasang sesuai dengan prinsip kerja alat, terlebih dahulu alat harus dikalibrasi untuk mengetahui apakah alat berfungsi dengan baik. Selanjutnya pengukuran dilakukan pada spasi-spasi yang telah ditentukan untuk memperoleh variasi nilai tahanan jenis pada setiap titik spasi pengukuran. Langkah kerja untuk melakukan pengukuran adalah sebagai berikut:
a. Menghubungkan accu dengan alat ukur ARES
b. Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON
c. Memilih metoda pengukuran yang tersedia beserta konfigurasinya, dalam hal ini metode IP dengan konfigurasi Dipole-dipole
d. Melakukan pengukuran
e. Melakukan pengukuran pertama IP dimulai pada frekuensi 50 Hz atau 60 Hz setelah pulsa arus dimatikan.
f. Menggunakan Tegangan 100 mv untuk IP, Tegangan ini berguna untuk mendapatkan pengukuran yang bagus selama pengurangan pulsa eksponensial.
g. Perhitungan kesalahan pengukuran (standar deviasi), paling kurang digunakan 4 pulsa untuk satu titik pengukuran.
h. Apabila standar deviasi pada titik pengukuran besar dari standar deviasi maksimum, maka pengukuran harus di ulang lagi. Standar deviasi yang diperbolehkan paling besar 10%
i. Data hasil pengukuran dikirim ke PC melalui software ARES
j. Rancangan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 11. Jarak antara kedua elektroda arus (C1 dan C2) maupun kedua elektroda potensial (P1 dan P2) sebesar a dan jarak antara C2 dengan P1 adalah sebesar na
C1 C2 P1 P2 n
C1 C2 P1 P2 n=3
C1 C2 P1 P2 n=4
Gambar 13. Susunan Elektroda pada Verikal Sounding Konfigurasi Dipole-dipole Reynolds:1997,hal 443)
Berdasarkan gambar 12, pengukuran diawali dengan nilai a yang terkecil dan faktor n dimulai dari harga 1,2,3,...6, selanjutnya dilakukan penambahan jarak a dengan tujuan untuk menambah kedalaman penetrasi arus.
N. TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data adalah suatu tahapan merubah data primer menjadi suatu data yang dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak. Pengolahan data dilakukan dengan mendownload data yang tersimpan pada alat geolistrik ARES (Automatic Resistivity System) dengan menggunakan software ARES v5.1 ke PC, data yang telah didownload kemudian di ekspor ke MS Excel selanjutnya diolah menggunakan software RES2DINV

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com